Penayasa.id, Pringsewu — Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 81 Tahun 2025, yang merupakan perubahan atas Permenkeu Nomor 108 Tahun 2024 tentang Dana Desa 2025, memicu gelombang protes dari para kepala desa/pekon, termasuk di Kabupaten Pringsewu. Aturan baru ini dianggap mendadak, tidak berpihak pada kebutuhan masyarakat, dan berpotensi menghambat realisasi pembangunan desa.
Dalam regulasi tersebut, pemerintah mewajibkan seluruh desa membentuk Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai syarat pencairan Dana Desa Tahap II. Sebesar 40 persen dari total pagu Dana Desa hanya bisa dicairkan apabila desa menyerahkan akta pendirian koperasi serta pernyataan komitmen APBDes untuk mendukung koperasi tersebut.
Kepala Pekon Tri Tinggal Mulya, Kecamatan Adiluwih, Tintin Agustina, menyatakan kekecewaannya. Ia menilai aturan itu sangat merugikan masyarakat, terutama karena dapat menyebabkan hangusnya anggaran yang telah direncanakan untuk kebutuhan mendesak.
“Kami sangat keberatan. Di dalam Dana Desa itu banyak kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi. Di pekon kami, warga sudah lama menunggu pembangunan jalan rabat beton. Kalau dana ini tertahan atau hangus, impian mereka untuk memiliki akses jalan layak kembali tertunda,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Rabu (26/11/2025).
Tintin menambahkan, kebijakan tersebut tidak memiliki urgensi yang jelas dan seolah mengandung kepentingan yang tidak selaras dengan kebutuhan riil masyarakat desa. Ia juga menyoroti minimnya sosialisasi pemerintah pusat terkait perubahan aturan tersebut.
“Ini terkesan keputusan sepihak. Tidak ada sosialisasi, padahal dampaknya besar bagi masyarakat. Rencana pembangunan yang sudah disusun matang bisa gagal hanya karena syarat yang tiba-tiba,” tegasnya.
Para kepala pekon di Pringsewu mendorong Ketua APDESI RI untuk mengambil langkah tegas. Mereka menyatakan siap bergabung dalam gerakan nasional bersama para kepala desa se-Indonesia guna menolak Permenkeu 81/2025 dan menuntut pencairan Dana Desa Tahap II tanpa syarat tambahan.
“Ini demi hak masyarakat desa. Kami siap mendukung gerakan nasional apabila diperlukan,” tutup Tintin.
Gerakan ini menjadi bentuk perlawanan para kepala desa terhadap kebijakan yang dinilai tidak adil, sekaligus desakan agar pemerintah pusat meninjau ulang aturan tersebut demi kelancaran pembangunan desa. (Rhn)
Komentar