Fungsi Terminal Gading Rejo Dipertanyakan, Regulasi dan Transparansi Jadi Sorotan

Fungsi Terminal Gading Rejo Dipertanyakan, Regulasi dan Transparansi Jadi Sorotan

Penayasa
Selasa, 15 Juli 2025



PENAYASA.ID | Pringsewu — Pengelolaan Terminal Gading Rejo yang berada di bawah kewenangan Dinas Perhubungan Provinsi Lampung sejak 2024 kini menjadi sorotan. Kegiatan yang disebut sebagai "hiburan rakyat dan pasar murah UMKM" justru mengundang kritik karena diduga menyimpang dari fungsi terminal dan menciptakan keresahan sosial di tengah masyarakat.


Perubahan Status Pengelolaan Terminal

PJ Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pringsewu menjelaskan bahwa sejak tahun 2024, pengelolaan Terminal Gading Rejo telah resmi diambil alih oleh Dinas Perhubungan Provinsi Lampung, seiring perubahan kebijakan nasional terkait pengelolaan terminal tipe C. Ia menegaskan, segala aktivitas yang terjadi di terminal kini bukan lagi tanggung jawab pemerintah kabupaten.

Pernyataan Pihak Dishub Provinsi Lampung

Saat dikonfirmasi, salah satu pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Lampung menjelaskan bahwa izin kegiatan yang dikeluarkan menggunakan surat berkop Pekon Gading Rejo Utara, bertemakan Hiburan Rakyat dan Pasar Murah UMKM. Mereka membantah jika disebut sebagai pasar malam, dengan alasan kegiatan tersebut mengusung misi pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui pelibatan pelaku UMKM.

"Yang harus diketahui, itu bukan pasar malam karena izin ke kami itu UMKM dan nyatanya itu memang UMKM, datanya lengkap," jelas pegawai Dishub Provinsi.

Menurut mereka, kegiatan tersebut juga tidak mengganggu fungsi utama terminal dan justru disebut sebagai bagian dari inovasi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) provinsi.

"Ini bagian dari inovasi kita untuk meningkatkan PAD. Mereka tidak hanya mengadakan acara saja, tapi juga wajib menyetor PAD," lanjutnya.

Namun, saat ditanya mengenai nominal PAD yang disetorkan, pegawai tersebut mengelak dan menyatakan hal itu berada di ranah bagian perhitungan aset dan keuangan tersendiri.

"Untuk jumlah PAD-nya kami tidak pegang. Itu urusan bagian aset," ujarnya.

Dishub Provinsi Lampung juga mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut disetujui setelah adanya permintaan dari sejumlah tokoh Pringsewu, antara lain Ridwan, kepala pekon setempat, serta Agus yang disebut-sebut sebagai koordinator kegiatan tersebut.

"Silakan konfirmasi langsung ke Agus sebagai tokoh yang mengkoordinir di sana," ujar pegawai tersebut.

Keanehan Izin dan Pertanyaan Regulasi

Publik mempertanyakan dasar regulasi yang digunakan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Lampung dalam mengizinkan pemanfaatan terminal menjadi tempat kegiatan komersial seperti pasar malam. Jika mengacu pada fungsi utama terminal sebagai tempat layanan transportasi, maka penyimpangan fungsi tersebut patut dikritisi.

Hingga kini belum jelas aturan hukum atau peraturan daerah yang menjadi dasar hukum pemberian izin tersebut. Apakah ada regulasi tertulis, misalnya Peraturan Gubernur atau Perda, yang membolehkan terminal digunakan untuk kegiatan selain transportasi?

UMKM atau Pasar Malam Berkedok?

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sekitar 70% pedagang yang berjualan merupakan pihak luar daerah, yang diduga sudah satu paket dengan pengelola pasar malam swasta bernama Arista Jaya. Sementara itu, hanya sekitar 30% yang benar-benar pelaku UMKM dari warga sekitar.

Mirisnya, warga lokal yang ingin ikut berdagang justru dikenai tarif sewa tempat sebesar Rp250.000, angka yang dinilai fantastis untuk ukuran UMKM lokal. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa kegiatan ini lebih menguntungkan segelintir pihak daripada benar-benar memajukan ekonomi masyarakat.

Dampak Negatif bagi Lingkungan Sekitar

Dampak negatif dari kegiatan ini juga dirasakan langsung oleh pedagang Pasar Gading Rejo yang letaknya bersebelahan dengan terminal. Mereka mengeluhkan meningkatnya volume sampah yang secara sepihak ditumpuk di area pasar.

Dikonfirmasi terpisah, pihak Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Pringsewu menyatakan bahwa tidak ada koordinasi dari pihak provinsi maupun penyelenggara terkait kegiatan tersebut.

“Kami tidak dilibatkan, padahal ini berada di wilayah kami. Dampaknya jelas, volume sampah di pasar meningkat karena aktivitas di terminal,” jelas salah satu pejabat Diskoperindag Pringsewu.

Kemaslahatan Umum atau Kepentingan Tersembunyi?

Pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah: apakah kegiatan ini benar-benar untuk kemaslahatan umum atau sekadar mengakomodasi kepentingan bisnis sekelompok orang? Jika memang untuk kepentingan masyarakat, maka seharusnya:

Penyerapan UMKM lokal minimal 70%, bukan sebaliknya.

Tidak membebani pelaku UMKM dengan biaya mahal.

Tidak menimbulkan keresahan, kemacetan, dan masalah lingkungan.

Pengelolaan Terminal Gading Rejo saat ini mencerminkan minimnya transparansi dan lemahnya kontrol regulasi. Jika Dinas Perhubungan Provinsi Lampung tidak segera melakukan evaluasi, maka dikhawatirkan terminal akan kehilangan fungsinya dan hanya menjadi ladang bisnis terselubung.(Tim)